Komisioner KPAI Retno Listyarti
Jakarta, Beritasatu.com - Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengatakan, meningkatnya angka putus sekolah pada tahun ini harus menjadi perhatian serius. Ditegaskannya, negara harus hadir untuk mencegah anak putus sekolah selama pandemi karena masalah ekonomi atau karena ketiadaan alat daring. “Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus segera melakukan pemetaan peserta didik yang putus sekolah beserta alasannya. Hasil pemetaan dapat digunakan sebagai intervensi pencegahan oleh negara. Hak atas pendidikan adalah hak dasar yang wajib dipenuhi negara dalam keadaan apapun,” kata Retno dalam siaran pers diterima Beritasatu.com, Sabtu (6/3/2021). Sebagaimana diketahui, KPAI menemukan 5 alasan yang menyebabkan anak putus sekolah, yaitu karena menikah, bekerja, menunggak iuran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), kecanduan game online, dan meninggal dunia, Retno menyebutkan, faktor yang menyebabkan peserta didik berhenti sekolah karena menikah, bekerja dan menunggak sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), umumnya disebabkan oleh faktor kesulitan ekonomi dan kesulitan alat daring. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat dan Pemda harus membantu kelompok rentan ini, yaitu anak-anak dari keluarga miskin yang sangat berpotensi kuat untuk putus sekolah. Sementara terkait dengan faktor yang menyebabkan peserta didik berhenti sekolah karena kecanduan game online, dikatakan Retno, tentu saja sangatlah bergantung pada peran keluarga. Dalam hal ini, para orangtua harus melakukan pendampingan, edukasi maupun pengawasan kepada anak-anaknya selama belajar dari rumah (BDR). “Orangtua harus menentukan aturan penggunaan gadget terhadap anak-anaknya dengan memberikan alasan yang tepat dan dapat dipahami anak-anaknya,” ucapnya. Retno juga mengatakan, dinas pendidikan di berbagai daerah harus melakukan pembinaan dan sanksi tegas kepada sekolah-sekolah yang tidak memberikan akses pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (PJJ daring). Bahkan mengeluarkan peserta didiknya karena menunggak SPP. “Pemda juga wajib membantu sekolah yang anak-anaknya mayoritas dari keluarga tidak mampu, sehingga para gurunya juga tetap mendapatkan gaji meskipun para muridnya mayoritas menunggak SPP. Anak-anak dari keluarga miskin adalah kelompok yang paling terdampak selama pandemi, termasuk pemenuhan hak atas pendidikannya,” pungkasnya. Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini Sumber: BeritaSatu.com
Jakarta (11/3) -- Dunia pendidikan di Tanah Air masih dihadapkan pada beragam persoalan. Berdasarkan hasil verifikasi Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK) per-Juli 2019, puluhan ribu anak Indonesia mengalami putus sekolah mulai dari jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, dan SMK. Asisten Deputi PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika menegaskan hal tersebut harus segera diatasi demi menyelamatkan masa depan generasi penerus bangsa. "Banyak anak putus sekolah yang tidak tertangani dengan baik. Kita ngga boleh main-main. Payung hukumnya sudah ada, kita dorong terus upaya penanganan untuk masalah ini," ujarnya saat memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Anak Putus Sekolah di Kantor Kemenko PMK, Jakarta. Salah satu faktor yang disinyalir memperlambat penanganan masalah anak putus sekolah yaitu ketidaksinkronan data. Oleh sebab itu, Femmy berharap seluruh pihak terkait dalam hal ini Kemendikbud maupun jajaran di level pemerintahan daerah dapat memperbaiki pengelolaan data tersebut. Menurutnya, data yang termuat haruslah by name by address guna memastikan penanganan yang diberikan terhadap anak putus sekolah benar-benar tepat sasaran. "Kita dorong teman-teman di daerah untuk memiliki data tersebut. Memastikan semua anak usia sekolah mendapatkan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan pemerintah," tutur Femmy. Pada kesempatan rapat yang dihadiri oleh sejumlah perwakilan kementerian/lembaga dan beberapa Kepala Dinas Pendidikan di daerah, ia juga turut menyampaikan apresiasi atas upaya dan inovasi yang telah dilakukan daerah dalam menangani persoalan anak putus sekolah. "Saya tentu sangat mengapresiasi apa yang sudah dilakukan dan harapannya kita semua bisa segera mengatasi persoalan ini secara bersama-sama," tandasnya.
PURBALINGGA – Sudah tidak ada lagi alasan bagi anak untuk putus sekolah karena faktor ekonomi, karena saat ini pemerintah banyak memberikan perhatian luar biasa di bidang pendidikan. Hal itu disampaikan Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi usai menyerahkan Buku Tabungan Program Indonesia Pintar (PIP) di Balai Desa Sidanegara, Kaligondang, Senin (9/3). “Sekarang anak lulus SMP dapat melanjutkan sekolah gratis ke SMA/SMK negeri yang ada di Jawa Tengah. Untuk meneruskan ke jenjang perguruan tinggi, banyak beasiswa yang digelontorkan pemerintah pusat,” katanya. Pemerintah Kabupaten Purbalingga memiliki program biaya pendidikan untuk Anak Usia Sekolah Tidak Sekolah (AUSTS) agar anak putus sekolah dapat kembali bersekolah. Anggaran untuk menyukseskan program tersebut berasal dari PIP yang merupakan bantuan pemerintah pusat. “Melalui PIP, dapat semakin memotivasi anak-anak untuk terus bersekolah. Bagi orang tua wali murid supaya tidak gentar untuk terus mendampingi putra putrinya mengenyam pendidikan yang lebih tinggi,” harap Tiwi. Rencananya, Pemkab Purbalingga akan bekerjasama dengan Universitas Perwira Purbalingga (Unperba) untuk memfasilitasi kuliah gratis bagi anak-anak berprestasi di Purbalingga melalui ikatan dinas. Sehingga setelah lulus, dapat mengabdi di pemerintah kabupaten. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Purbalingga, Setiyadi menyampaikan, tahun 2020 alokasi penerima PIP di Purbalingga sebanyak 1156 siswa SMP. PIP merupakan bantuan tunai pendidikan dari pemerintah pusat kepada anak usia sekolah yang berasal dari keluarga miskin, rentan miskin yang memiliki Kartu Keluarga Sejahtera, serta peserta Program Keluarga Harapan (PKH). PIP diprioritaskan bagi anak usia sekolah yang termasuk yatim piatu, penyandang disabilitas, serta korban bencana/musibah. PIP dirancang untuk membantu anak-anak usia sekolah agar tetap mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat pendidikan menengah. “Besaran bantuan yang diberikan, kelas VII sebesar Rp 375.000 dan kelas VIII – IX sebesar Rp 750.000 untuk masing-masing siswa per tahun,” jelas Setiyadi. Penulis: Gn/Humas Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Dinas Pendidikan dan KPAI melakukan pemetaan terhadap alasan menyebabkan terjadinya peningkatkan angka kasus putus sekolah dan pernikahan anak untuk segera dicarikan solusi. “Pemerintah harus dapat meminimalisir angka putus sekolah dan pernikahan anak, melakukan pendataan anak didik yang putus sekolah serta mencarikan dana bagi anak didik untuk dapat melanjutkan pendidikan/ijazah yang siap bekerja, baik secara sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) maupun sarana/prasarana untuk pembelajaran secara langsung,” katanya dalam siaran pers, Jumat (19/2/2021). Azis menjelaskan, dari hasil pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pandemi Covid-19 telah berdampak kepada tingkat sosio ekonomi angka kemiskinan penduduk yang meningkat, dimana hal ini berpotensi meningkatkan angka kasus putus sekolah dan pernikahan anak dengan pertimbangan pelajar memilih melakukan pernikahan dini atau bekerja membantu ekonomi keluarga mereka, karena banyak orangtuanya yang kehilangan pekerjaan. “Kemendikbud harus dapat berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Pemerintah Daerah (Pemda) agar memberikan bantuan penguat sinyal di wilayah-wilayah yang blank spot dan dapat memastikan sekolah untuk menambah poin penilaian anak dalam sistem pembelajaran PJJ serta memastikan guru memiliki sikap pendidikan berkarakter dalam proses belajar mengajar,” ujarnya. Politisi Golkar itu meminta para Guru harus melakukan komunikasi secara intensif dengan orang tua murid, Sehingga kondisi belajar anak dapat tetap terpantau dengan baik dan tetap memiliki semangat belajar. Pemda dan Dinas Pendidikan berkoordinasi dengan sekolah untuk mempertimbangkan besaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan memberikan keringan kepada kepada siswa yang tidak mampu agar tetap dapat melanjutkan sekolah ataupun memliki ijazah kelulusan sebagai prasyarat bekerja. “Para orang tua murid harus dapat mendukung dan meningkatkan peran dalam mengawasi aktivitas belajar anak di rumah dan pergaulan di lingkungan sekitar anak. Sehingga anak dijauhkan dari keinginan untuk putus sekolah maupun melakukan pernikahan dini karena faktor kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19,” tutupnya. Penulis: Luki Herdian Editor: Pahala Simanjuntak |